PASURUAN – Dunia jurnalistik di Pasuruan Raya tengah digegerkan oleh kabar mencuatnya dua oknum wartawan yang kini menjadi bahan cibiran sesama rekan seprofesi. Kedua sosok tersebut, yang diketahui berdomisili di Kecamatan Gempol, dinilai mencoreng citra profesi jurnalis yang seharusnya menjunjung tinggi etika dan integritas.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, salah satu oknum disebut-sebut menjadi “beking” peredaran minuman keras (miras) oplosan di wilayah Gempol. Miras tersebut diduga milik oknum anggota aktif dari institusi tertentu yang kabarnya saat ini tengah dilaporkan ke pihak terkait.
Sementara itu, oknum wartawan satunya diduga menjabat sebagai ketua organisasi pers di wilayah Pasuruan Raya. Ironisnya, alih-alih menjaga nama baik organisasi, ia justru kerap mengaku sebagai ketua organisasi tingkat Jawa Timur tanpa bukti konkrit. Hal ini menimbulkan kebingungan dan tanda tanya besar di kalangan jurnalis lokal.
“Nama mereka bahkan tidak dikenal luas di kalangan wartawan Pasuruan. Salah satunya dikabarkan sering menjadi beking miras, satunya lagi kerap terlihat mabuk di teras terminal,” ungkap seorang warga Pandaan yang mengaku sering melihat langsung kelakuan keduanya. Sabtu (14/06)
Lebih miris lagi, sosok yang mengklaim sebagai ketua organisasi tersebut justru dianggap lebih sering mengandalkan surat-menyurat ketimbang menghasilkan karya jurnalistik. Ia disebut-sebut kerap menggunakan nama redaksi untuk mengirimkan surat ke berbagai pihak, tanpa kontribusi nyata dalam bentuk tulisan jurnalistik.
“Harusnya wartawan itu menulis, bukan menyurati. Tapi dia malah sibuk kirim surat sana-sini. Wartawan rasa LSM mungkin,” tambah warga tersebut.
Dari penelusuran lain, diketahui bahwa ketua organisasi yang dimaksud pernah beberapa kali diberhentikan dari perusahaan pers karena penyalahgunaan wewenang dan penggunaan nama redaksi tanpa izin. Keberadaannya sebagai ‘ketua’ pun dipertanyakan banyak pihak, mengingat tidak ada karya jurnalistik yang bisa dibanggakan selama bertahun-tahun.
“Yang terlihat hanya mengantar surat. Tidak pernah ada tulisan jurnalistiknya,” ujar rekan jurnalis di Pasuruan.
Kondisi ini tentu menjadi keprihatinan serius bagi komunitas pers Pasuruan Raya. Banyak pihak menyayangkan, bagaimana bisa sosok yang dinilai tidak layak justru diangkat sebagai pimpinan organisasi pers.
Diduga kuat, organisasi pusat belum mengetahui latar belakang sebenarnya dari oknum tersebut. Sebab, organisasi pusat yang dimaksud dikenal sebagai lembaga yang kredibel, tegas, dan selalu berdiri membela rekan-rekan jurnalis di lapangan.
Namun sayangnya, di tingkat lokal, nama besar organisasi ini justru tercoreng akibat ulah seorang yang tidak mencerminkan nilai-nilai jurnalistik yang dijunjung tinggi.
Apresiasi perlu diberikan kepada organisasi pusat yang terus mendedikasikan diri untuk memperjuangkan hak dan martabat wartawan. Namun demikian, harapan besar disampaikan agar organisasi tersebut segera mengevaluasi struktur kepengurusan di tingkat daerah agar nama baiknya tidak tercoreng oleh ulah segelintir oknum yang tak bertanggung jawab. (tim)








