Ngaku Aktivis, Bikin Gaduh, Pulang Diusir! Dua Sosok “Asal Nampang” di Gedung DPRD Pasuruan!

Dua tampang ngaku wartawan dan LBH.

PASURUAN – Gedung DPRD Kabupaten Pasuruan mendadak gaduh, Senin (07/07), bukan karena aksi demonstrasi massa rakyat, tapi ulah dua pria yang mengaku-ngaku sebagai wartawan sekaligus aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Inisial EP dan HZ menjadi sorotan bukan karena prestasi atau gagasan, melainkan karena aksi tak tahu tempat dan etika yang berujung pada pengusiran.

Duduk santai pakai topi di ruang dewan, dua sosok ini tampil percaya diri seolah-olah punya mandat rakyat. Padahal, yang dibawa bukan aspirasi publik, tapi urusan pribadi yang dibungkus dengan topeng “kepedulian sosial”.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Saat diminta bukti keabsahan, baik sebagai wartawan maupun advokat, jawaban mereka nihil. Yang satu mengaku dari LBH, tapi saat diminta kartu advokat, diam seribu bahasa. Yang satunya lagi sibuk sok berbicara atas nama jurnalis, padahal namanya tak dikenal di kalangan media Pasuruan.

“Yang baju putih ngakunya dari LBH Gempol, tapi pas diminta identitas, langsung kaku. Seperti ayam kehilangan induk,” ujar salah satu jurnalis yang hadir.

Lebih lanjut, para jurnalis menyebut kehadiran EP dan HZ justru mencoreng nama profesi. EP bahkan diduga kerap menerima “jatah bulanan” dari oknum, sedangkan HZ dikenal doyan minta layanan gratis dari minuman keras hingga LC (Ladies Companion).

Aksi mereka yang menyeruak ke ruang rapat justru dinilai hanya sebagai upaya cari panggung, bukan memperjuangkan kepentingan rakyat.

“Bukan mewakili suara pers, tapi suara sakit hati yang disamarkan,” cetus wartawan Pasuruan

Warga dan insan pers mempertanyakan maksud dari “audiensi dadakan” itu. Tak ada hasil investigasi, tak ada data, apalagi suara publik. Yang ada hanya dua sosok yang mencoba tampil bak pahlawan kesiangan, tapi akhirnya mempermalukan diri sendiri.

Lebih parah, rekam jejak keduanya juga jauh dari kesan idealis. EP sempat viral karena diduga jadi beking penjual miras oplosan milik bosnya sendiri di wilayah Gempol. Alih-alih memberantas, justru ikut melanggengkan praktik yang membahayakan.

Sementara HZ, pernah menjadi perbincangan karena isu miring soal anaknya, yang disebut-sebut menjadi “korban dagangan” demi kepentingan pribadi kepada para oknum.

“Yang satu sok jagoan, padahal beking miras. Yang satunya lagi, lebih miris, anaknya diduga dijadikan ‘alat tukar’ demi kedekatan dengan para kades,” ungkap warga.

Publik pun menilai, ini bukan lagi soal etika profesi, tapi krisis moral dua pribadi yang mencoba berselimut dalam nama “aktivis”. Dan benar saja, sidang audiensi yang semula tenang berubah kacau, hingga keduanya akhirnya diusir dari ruang dewan karena dinilai tak patut dan melanggar prosedur. (Bray)

banner 300x250

Pos terkait

banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *